Revitalisasi Paradigma Trilogi Kerukunan untuk Kebutuhan Umat Saat ini
loading...

Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kemenag RI, HM. Adib Abdushomad. FOTO/DOK.PRIBADI
A
A
A
HM. Adib Abdushomad
Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kemenag RI
Dosen Pascasarjana Bunga Bangsa Islamic University Cirebon
Wakil Syuriah NU PC NU Tangerang Selatan
BANGSA Indonesia yang dikenal dengan Bhineka Tunggal Ika ini merupakan negara kepulauan yang majemuk, tidak hanya dalam aspek etnis dan budaya, tetapi juga dalam hal agama. Keberagaman agama di Indonesia diakui secara resmi melalui pengakuan terhadap enam agama, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu, serta keberadaan penghayat kepercayaan yang juga dilindungi oleh konstitusi.
Keberagaman ini di satu sisi merupakan kekayaan nasional, namun di sisi lain dapat menjadi potensi konflik apabila tidak dikelola dengan bijak. Terlebih di era internet of things saat ini, di mana berita dan informasi sangat mudah dikendalikan di dunia medsos oleh para netizen.
Dengan peluang yang sangat terbuka tersebut terlebih dengan jargon 'no viral no justice', jari jemari para netizen melalui gadget-nya, dengan judul yang provokatif tanpa kaidah pemberitaan yang profesional dan benar, telah mengalahkan sumber-sumber pemberitaan yang seharusnya menjadi rujukan. Kenyataan ini diperparah dengan motivasi sebagian pemberitaan 'ala netizen' tersebut sekadar untuk meraup keuntungan financial mendapatkan banyak followers, likers, serta subscriber.
Lebih dari itu, ternyata sebagian masyarakat kita belum siap dengan ledakan informasi yang sangat luar biasa, sehingga tidak jeli, bahkan kurang dapat membedakan mana berita hoaks, cenderung hate speech, semuanya ditelan mentah-mentah bahkan tanpa disaring lalu di-share ke mana-mana.
Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kemenag RI
Dosen Pascasarjana Bunga Bangsa Islamic University Cirebon
Wakil Syuriah NU PC NU Tangerang Selatan
BANGSA Indonesia yang dikenal dengan Bhineka Tunggal Ika ini merupakan negara kepulauan yang majemuk, tidak hanya dalam aspek etnis dan budaya, tetapi juga dalam hal agama. Keberagaman agama di Indonesia diakui secara resmi melalui pengakuan terhadap enam agama, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu, serta keberadaan penghayat kepercayaan yang juga dilindungi oleh konstitusi.
Keberagaman ini di satu sisi merupakan kekayaan nasional, namun di sisi lain dapat menjadi potensi konflik apabila tidak dikelola dengan bijak. Terlebih di era internet of things saat ini, di mana berita dan informasi sangat mudah dikendalikan di dunia medsos oleh para netizen.
Dengan peluang yang sangat terbuka tersebut terlebih dengan jargon 'no viral no justice', jari jemari para netizen melalui gadget-nya, dengan judul yang provokatif tanpa kaidah pemberitaan yang profesional dan benar, telah mengalahkan sumber-sumber pemberitaan yang seharusnya menjadi rujukan. Kenyataan ini diperparah dengan motivasi sebagian pemberitaan 'ala netizen' tersebut sekadar untuk meraup keuntungan financial mendapatkan banyak followers, likers, serta subscriber.
Lebih dari itu, ternyata sebagian masyarakat kita belum siap dengan ledakan informasi yang sangat luar biasa, sehingga tidak jeli, bahkan kurang dapat membedakan mana berita hoaks, cenderung hate speech, semuanya ditelan mentah-mentah bahkan tanpa disaring lalu di-share ke mana-mana.
Lihat Juga :